Minggu, 15 Mei 2011

The Decades of Sex, Drugs, and Rock 'n' Roll: 2000's

 "Well, I sort of don't trust anybody who doesn't like Led Zeppelin."

(Jack White)

"We want to make something that moves us when we hear it. Because after all the hype and awards and whatever, that's all music is."

(Chris Martin) 

Agaetis Byrjun
Sigur Ros

 "Ur stad, Sjalfur, Staralfur."

Muncul sebagai warisan shoegaze yang mengganti layer distorsi dan noise dengan kesunyian lintas dimensi dalam skema post-rock dan dream pop dataran Islandia yang dingin, inilah album dengan keintiman tingkat tinggi serta daya magis yang lahir dari melodi (Svefn-G-Englar). Penggunaan instrumen yang kompleks yang disajikan secara minimalis adalah cara yang ampuh bagi tiap lagu untuk merambat langsung tanpa perantara ke jiwa, lewat ambient yang gelap (Ny Batteri), sound yang depresif, lalu suara vokal yang merintih dari dunia lain (Viorar Ver Til Loftarasa) yang seakan-akan memanggil mahluk yang sedang meringkuk - seperti di cover albumnya - yang bersemayam di suatu tempat di dalam perut pendengar. Vokal Jonsi yang lembut, mahir dalam menyampaikan irama-irama repetitif yang menenangkan dan nikmat di telinga (Agaetis Byrjun). Walau menjurus depresif, namun di sisi lain musik mereka juga menelurkan harapan dan optimisme yang bakal menegakkan bulu kuduk (Staralfur).     

Trivia
Beberapa lagu di album ini yaitu Olsen Olsen, bagian reffrain Svefn-G-Englar, dan di part akhir lagu Agaetis Byrjun, Jonsi sang vokalis bernyanyi tidak dalam bahasa Islandia atau bahasa apapun tetapi menggunakan bahasa "racauan" yang tidak memiliki struktur dan makna sama sekali. Istilah ini disebut Vonlenska atau Hopelandic yang merupakan cara bernyanyi yang unik yang dikembangkan sendiri oleh mereka, terutama oleh Jonsi. Teknik ini lebih memfokuskan kepada "bunyi" dari bahasa dibandingkan dengan konstruksi dari bahasa itu sendiri.

Is This It
The Strokes

"In many ways they'll miss the good old days."

Mencomot kembali intisari rock 'n' roll era 60-an yang dibangun dari ketukan sederhana, riff melodius, serta kualitas vokal yang rough, album ini membawa dunia memasuki gerbang garage di awal milenium (The Modern Age). Lima pemuda New York mengkolaborasikan sisi manis mereka dengan kelusuhan distorsi yang diterjemahkan menjadi lagu yang bakal membuat pendengar mengetukkan kakinya (Last Nite) dalam dinamika retro yang dibangkitkan dari dekade yang telah lampau (New York City Cops). Bagian lain yang menguak sisi mellow, diiringi part bas yang memorable serta gaya bernyanyi malas-malasan, membius telinga pada kelinglungan yang cantik (Is This It) dan penuh daya kecamuk (Hard to Explain). Siapa sangka aroma old-fashioned justru mampu mendatangkan kesegaran dalam dunia rock; selama itu bisa merangsang siapapun untuk tetap bergoyang (Someday), kenapa tidak?

Trivia
Lagu New York City Cops di album ini menimbulkan kontroversi di Amerika Serikat terkait kejadian 9/11. Lirik di dalamnya yang berbunyi "New York City cops, they ain't too smart" dinilai sangat tidak relevan dan terlalu menyinggung keluarga korban dan polisi pada peristiwa teror yang mengerikan itu. Akhirnya, khusus untuk rilisan di Amerika, lagu ini dicabut walaupun sebetulnya lagu tersebut diciptakan jauh sebelum gedung WTC runtuh.

Toxicity
System of A Down

 "Wake up! Grab a brush and put a little makeup!"

Protes sosial, anti-establishment, dan gerakan kontra-pemerintah; gabungkan semuanya dengan distorsi dan selera humor maka hasilnya adalah metal sirkus yang meledak-ledak (Prison Song). Dengan meracik fluktuasi mood di dalam lagu yang naik-turun secara tiba-tiba (Atwa) didampingi dengan permainan gitar heavy metal yang kembali ke akarnya dan aksen vokal yang unik (Toxicity), publik mendeklarasikan album ini sebagai senjata resmi untuk menghancurkan popularitas hip metal yang semakin banal dengan melakukan lompat pogo (Psycho). Ditambah lagi dengan kualitas lirik yang lebih "dalam" dan "berisi" dalam mengusung tema-tema sosial (Aerials) yang membuat album ini mencolok, tidak peduli seberapa konyol mereka membawakan lagu-lagunya (Chop Suey!).

Trivia
Di awal lagu Chop Suey! terdengar suara yang mengatakan "We're rolling Suicide." Hal tersebut terjadi karena sebelumnya lagu itu diberi judul Suicide namun tanpa alasan yang diketahui pasti mereka mengganti judul tersebut. Mereka sengaja memasukkan take itu di  bagian intro. Lagu ini sendiri sempat dilarang diputar di Amerika karena liriknya dianggap mengintimidasi untuk melakukan bunuh diri.

A Rush of Blood to the Head
Coldplay

"Oh, take me back to the start."

Setelah era britpop memudar perlahan, tanah Britania mengembalikan rock 'n' roll ke bentuk yang simpel ala U2 namun masih menyisakan gaung hentakannya (Politik) yang kemudian digiring ke arah yang lebih ringan dan lembut (In My Place). Minus sound kasar, album ini menaruh soul melankolisnya pada kekuatan piano yang menderu-deru (Clocks) serta keterampilan dalam menciptakan lagu yang cocok untuk suasana unplugged yang khidmat (Green Eyes). Lirik-lirik pujian yang tajam menawarkan bentuk sensitifitas bagi dekade 2000-an tanpa harus terdengar cengeng atau gombal (God Put A Smile Upon Your Face). Dentingan piano yang empuk mengantarkan atmosfer "nina-bobo" dalam gerakan slow motion sebelum kemudian ditutup oleh kemegahan yang muncul bersama  kesenduan dari senandung lirih (The Scientist).

Trivia
Chris Martin, vokalis, suatu kali mencoba menyanyikan lagu milik George Harrison yang berjudul Isn't It Pity dengan menggunakan sebuah piano yang belum distel. Saat sedang memainkannya, ia meminta seseorang untuk menyalakan recorder dan merekam. Hasilnya, melalui hasil rekaman Martin mendengarkan sebuah komposisi baru yang menurutnya  menarik. Dan dari situ akhirnya ia menciptakan melodi lagu The Scientist.

Songs For the Deaf
Queens of the Stone Age

"Gimme toro, Gimme some more!"

Sebagai pengusung musik stoner mereka tidak bisa menghindar dari terdengar seksi sekaligus liar (A Song for the Dead), dua unsur yang telah lama menghilang dari musik rock. Lewat sound gitar yang khas menggambarkan suasana mexican desert, musik mereka tereksplorasi bebas dari mulai blues yang berat (Hangin' Tree) sampai nuansa ramalan dark apocalypse yang menegangkan (The Sky is Fallin'), lalu menikung ke jalur pop yang memeriahkan suasana dengan suara-suara efek gitar yang mengerang lalu mencicit (Go with the Flow) dan berakhir di akustik lullaby yang megah (Mosquito Song). Perpaduan antara suara latar musik yang keras dan meriah dengan suara vokal yang tidak terlalu merasakan kerusuhan yang sama merupakan sebuah signature musik yang baru di awal abad 21. Terlebih lagi ketika di dalam musik mereka selalu terdapat riff-riff "menggoda" yang sulit dilupakan (No One Knows).

Trivia
Album ini menampilkan format unik tentang parodi siaran radio. Josh Homme, vokalis, dan Nick Oliveri, bassis, sempat berselisih paham tentang konsep radio tersebut. Adapun Nick berpendapat bahwa ide di balik ini adalah sebagai sindiran karena menurutnya lagu-lagu Queens of the Stone Age tidak pernah diputar di radio karena radio selalu memainkan lagu-lagu yang itu-itu saja jadi mereka memutuskan untuk membuatnya sendiri.

Elephant
The White Stripes
"We started living in an old house."

Jack dan Meg muncul ke permukaan dengan menekankan kembali pentingnya penggunaan riff serta pelajaran blues klasik dalam esensi musikalitas hard rock (Seven Nation Army). Mengambil konsep minimalis, di mana ketukan dan melodi adalah dua unsur utama yang dimainkan, mereka mengolah musik menjadi mencekam (The Hardest Button to Button) dan sarat dengan eksplorasi blues yang diperoleh dari kehadiran sosok guitar hero terakhir (Ball and Biscuit) yang kadang juga menyukai permainan yang lebih kasar (Black Math). Mereka menyanyikan balada dalam kesunyian suara gitar akustik dan vokal lantang yang tertahan (You've Got Her in Your Pocket). Walau hanya terdiri dari dua orang personel, bukan halangan untuk membuat musik yang penuh hingar-bingar (I Just Don't Know What to Do with Myself), terlebih lagi karena kebetulan saja mereka memang jenius.

Trivia
Judul lagu Seven Nation Army diambil dari kesalahan interpretasi Jack White pada kata 'Salvation Army' sewaktu dia masih kecil. Riff gitar pada lagu ini sebenarnya diciptakan oleh Jack sambil membayangkan bahwa suatu saat dirinya akan diminta untuk membuat sebuah lagu tema dari film James Bond. Jack akhirnya mendapatkan kesempatan tersebut setelah album ini rilis, namun ia menciptakan lagu yang lain.

Fever to Tell
Yeah Yeah Yeahs

"Bam, bam, bam, bam, bam, bam, bam, bam, bam."

Punk dalam new wave, rock 'n' roll dalam art house, virus baru garage membawa musik keras kepada riot sex appeal yang tinggi dalam rayuan distorsi (Date With the Night). Estetika sound mereka adalah tentang bagaimana killer riff gitar yang dimainkan secara garang, modern, tanpa cela (Y Control) dan begitu serasi dengan ketukan drum yang hip untuk menimbulkan efek kekacaun yang elok (Pin) lalu bersatu dalam vibrasi vokal riot grrrl Karen O yang adiktif (Rich). Tak ada yang bisa lebih baik dalam menciptakan musik mengenai orgasme yang merambat pelan layaknya bom waktu menuju puncak desahan yang ekspresif  (Tick).  Tanpa ampun mereka membombardir telinga dengan berbagai rekaman hura-hura rock show atraktif, lalu ketika kedalaman sisi sentimental-nya akhirnya terkuak, mereka mengaransemen kepedihan tersebut dalam kehebohan punk yang membuat pesta masih dapat terus berjalan (Maps).      
Trivia
Lagu Maps yang dijadikan single dari album ini berisi "curhat" vokalis Karen O tentang hubungan percintaannya dengan kekasihnya yang bernama Angus Andrew. Maps merupakan singkatan dari My Angus Please Stay. Sementara itu pada video klipnya, Karen mengatakan bahwa ia benar-benar menangis di dalamnya karena menyangka Angus tidak akan datang untuk ikut syuting bersamanya. Dia merasa sangat emosional walau akhirnya Angus datang terlambat 3 jam kemudian.

Funeral
Arcade Fire

"Children wake up, Hold your mistake up."

Didukung oleh musikalitas serta kekuatan imajinasi yang tinggi, Arcade Fire mengangkat tema childhood yang berhasil membawa pendengar kepada pengalaman nostalgis yang megah (Tunnels). Persilangan antara sentuhan baroque dan post-rock berhasil mendobrak kemonotonan musik garage tanpa harus kehilangan sifat agresif-nya (Laika), ditambah lagi dengan kemampuan multi-instrumental dalam meramu sound menjadi lebih "kaya" dan atmosferik (Power Out) yang meletakkan semacam teritori baru dalam dunia rock. Album ini tidak menawarkan sesuatu yang dapat dinikmati sesuai dengan etika musik rock -headbanging maupun moshing- tapi lebih kepada penghayatan yang menyejukkan (Rebellion {Lies}) tentang menjadi dewasa dan perihal cinta (Crown of Love) serta kesempatan untuk melebur ke dalam momen kolosal yang khidmat (Wake Up).

Trivia
Nama Funeral dipilih sebagai judul album ini untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi selama proses rekaman. Anggota keluarga dari beberapa personel yang terlibat meninggal dunia sepanjang tahun 2003-2004 yaitu neneknya Regine Chassagne, kakek dari Win dan Will Butler, serta bibi dari Richard Reed Parry. Di luar itu, Win dan Regine juga menikah di sela-sela proses rekaman.


Whatever People Say I am, That's What I'm Not
Arctic Monkeys

"What a scummy man!"

Sebagai band yang dibesarkan dalam generasi social network, mereka merespon fenomena kesuksesan instan dengan musik yang dimotori oleh alkohol serta attitude yang hiperaktif (The View from the Afternoon). Dipersenjatai dengan gagasan untuk melapis sound yang enerjik (I Bet You Look Good on the Dancefloor) dengan olahan syair yang memadukan prosa dan bahasa slang, mereka membahas hal-hal tentang kekumuhan, distrik merah, kejar-kejaran dengan polisi (Riot Van), serta kehidupan malam di daerah suburb (When the Sun Goes Down). Keunikan musik yang ditampilkan dari kesederhanaan mereka dalam memainkan instrumen musik menjadikan album ini esensial. Aksen pinggiran Inggris yang kental mensintesa kenaifan remaja dengan permasalahan rutinnya ke dalam tahap yang enak dinikmati (Mardy Bum), lalu berujung kepada ode punk-ish mengenai kemunafikan jati diri anak muda yang disajikan secara ramah sekaligus menusuk (A Certain Romance).

Trivia
Kesuksesan album debut ini membawa atmosfer baru terhadap band. Imbasnya adalah sang bassis, Andy Nicholson, memutuskan untuk keluar karena tidak tahan dengan aktivitas tur serta status baru mereka sebagai selebriti. Posisinya diganti oleh Nick O'Malley sampai sekarang. Sempat beredar kabar dari pihak keluarga bahwa Andy menyesali keputusannya dan malah semakin depresi terutama bila melihat atau membaca berita tentang Arctic Monkeys.

6 komentar:

  1. wah terima kasih atas trivia-trivia menariknya d(^o^)b

    BalasHapus
  2. and now I warn you to watch Seven Ages of Rock!!
    have you?

    untuk dekade 2000an, saya sangat suka Arctic Monkeys. sama side project vokalisnya, Alex Turner, The Last Shadow Puppets juga bagus, meski aura musiknya berbeda.

    BalasHapus
  3. series dokumenter ttg sejarah musik rock

    http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=9880&page=1

    BalasHapus
  4. oooh i see, thanks for the information

    BalasHapus