Sabtu, 04 Agustus 2012

Airbag Was Made For Homo Sapiens


 "A rat in a maze is free to go anywhere, as long as it stays inside the maze."

(The Handmaid's Tale, Margaret Atwood)
Dengan Waktu yang masih terus berjalan sambil meninggalkan di belakangnya jarak-jarak sejarah sebanyak yang bisa diingat oleh manusia ―lalu bumi dan karirnya yang monoton dalam mengelilingi matahari selama jutaan tahun― maka sekarang, tidak ada lagi yang tersisa dari kehidupan ini untuk dibicarakan karena semuanya sudah pernah dikatakan. Semua hal sudah diucapkan.

Ide-ide besar telah disampaikan, baik dengan dibisikkan maupun diteriakkan. Diantaranya bicara tentang revolusi, inovasi, atau ambisi tinggi untuk menaklukkan dunia. Ide-ide hebat telah selesai diceritakan, tentang penemuan, pencapaian, sampai penjelajahan menuju ruang angkasa yang tak berbatas. Ide-ide rumit mengenai filosofi, ilmu pengetahuan, dan Tuhan telah habis disabdakan dari masa ke masa. Ide-ide yang mustahil sudah pernah diumumkan, tentang masa depan, tentang langit di atas langit, sampai tentang dunia lain yang akan muncul setelah kematian datang. Pun demikian dengan ide-ide buruk tentang perang besar, kematian massal, dan kiamat yang akan meluluh-lantakkan apapun pernah ada, semua itu sudah diumumkan berulang-ulang kali.

Dan dengan kondisi tersebut, maka apa lagi yang masih tersedia untuk dibicarakan oleh manusia di peradaban baru ini? Di tepi zaman di mana semuanya sudah pernah dilakukan dan terjadi, di dalam koridor kehidupan yang mengarah kepada dinding buntu di mana kata-kata habis ditelanjangi oleh maknanya sendiri, tidak ada lagi yang bisa dibicarakan di sini selain tentang kesepian. Kesendirian. Keterasingan yang kita dandani di atas panggung interaksi.

Kita adalah produk terakhir dari pabrik peradaban modern dan kita telah dilengkapi dengan sistem autopilot. Kita ―tipe terbaru dari “kesadaran dalam kemasan”, dengan sensor dan radar untuk mengidentifikasi makna baru dari eksistensi― hidup dalam takdir versi 2.0 bahwa manusia terlahir sebagai mahluk terasing, bukan lagi sebagai mahluk sosial. Maka dalam interaksi, kebutuhan primer kita adalah untuk secara pasif diperhatikan, disadari, dikomentari, dan kebutuhan untuk dibutuhkan yang kesemuanya dilandasi atas nama citra. Dan pencitraan, itulah nama dari program di kepala kita yang membuat kita semua secara otomatis hidup dalam konsep-konsep pemasaran diri.    

Manusia telah menjadi subproduk; produk dari produk yang diciptakan oleh manusia lain dan interaksi kita adalah sebuah bentuk promosi. Cara kita berinteraksi sekarang ditentukan oleh medium yang digunakan dan karena itu kita telah terstruktur, terkonstruksi, ter-sintaks oleh karakteristik dan bentuk dari medium tersebut. Kita teridentifikasikan oleh media interaksi yang kita pakai untuk berkomunikasi dengan satu sama lain dan itu sebabnya interaksi lebih menyerupai tindakan mempromosikan media atau produk yang telah “menciptakan” kita sebagai produknya sendiri. Kita adalah agennya, staf-nya, salesman untuk gaya hidup alienasi massal yang telah termodernisasi.   

Maka kita bisa bangga tercipta sebagai mahluk terasing karena kita hidup di waktu yang tepat, saat bumi sudah miliaran kali berputar dan semuanya sudah pernah dilakukan. Di sini sudah tidak ada lagi yang bisa dibicarakan selain kenihilan, ketidakbermaknaan, kekosongan. Namun begitulah kita berbicara sekarang, berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama. Kenihilan adalah sesuatu yang “menjual”, menghibur, ringan, adiktif, menarik untuk dibicarakan, menyenangkan, menyegarkan, mencerahkan, sebagai bahan bakar utama dari mesin yang menggerakkan kebutuhan manusiawi kita untuk berinteraksi. Itulah yang kita punya, sebagai modal dari proyek bisnis besar yang disebut peradaban. Hanya itu yang bisa kita bagi dan hanya itu yang tersisa sekarang. Yang lainnya sudah pernah dibicarakan.

Tidak ada lagi ide-ide besar yang tersisa…
(dan menunggu terasa membosankan).