Minggu, 01 Agustus 2010

educationism

"I have never let my schooling interfere with my education."

(Mark Twain)


Hmm sekolah. Awalnya tidak pernah sekalipun saya merasa telah menjadi murid yang sukses di setiap jenjang pendidikan yang saya ikuti. Berkaitan dengan hal akademis saya adalah peserta didik yang cenderung biasa-biasa saja, tidak terlalu menonjol, tidak juga bodo-bodo amat. Ada keinginan terpendam untuk bisa meraih peringkat pertama di kelas, tapi ya itu tadi, terpendam, saya bahkan tidak ingat pernah berusaha menggali yang terpendam itu. 

Namun seiring waktu, saya justru merasa beruntung dan bahagia. Karena setiap keriangan, kesenangan, kenaifan, kenakalan, kegilaan, serta kebebasan masa sekolah saya tidak tergerus oleh iklim kompetisi yang tercipta di balik tembok-tembok itu, suatu iklim yang hanya mampu menggolongkan kami, sebagai populasi kelas, ke dalam dua jenis saja, yakni si pintar dan si bodoh. Iklim yang mencekoki otak kami untuk selalu menjadi yang terbaik tapi bukan untuk selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. Entahlah, saya selalu merasa bahwa mesin pendidikan kita memang telalu abai terhadap kehendak bebas individu, suatu modal untuk dapat memanusiakan manusia, namun lebih menekankan pada nilai konkret di atas kertas. Saya memang tidak pernah percaya dengan sistem pendidikan. 

Saya percaya bahwa setiap manusia itu berbeda-beda dan memiliki potensi serta pesonanya masing-masing. Bolehlah dikatakan bahwa saya melancarkan tuduhan yang tendensius terhadap dunia pendidikan, tapi kalau bukan karenanya, siapa lagi yang layak dikambinghitamkan untuk kondisi tanah airku Indonesia ini yang katanya SDM-nya mandek, miskin kreatifitas dam imajinasi, serta pembebek pemalas sejati? Hmm marilah kita melongok keluar jendela dan lihat wajah-wajah manusia Indonesia yang berbhineka itu. Merdeka?

"Di muka bumi ini tidak ada satu pun yang menimpa orang-orang berdosa separah sekolah. Sekolah adalah penjara. Tapi dalam beberapa hal sekolah lebih kejam ketimbang penjara. Di penjara, misalnya, Anda tidak dipaksa membeli dan membaca buku-buku karangan para sipir atau kepala penjara."
 (Bernard Shaw) 

"Pendidikan berhasil kalau orang menjadi senang mempergunakan otaknya."
(Jacques Barzun)  

"Setiap bocah adalah seniman. Masalahnya tinggal cara mempertahankan agar ia tetap artis ketika sudah menjadi dewasa."
(Pablo Picasso)

"Manakala kerja merupakan kesenangan, hidup merupakan kegembiraan. Manakala kerja merupakan kewajiban, hidup merupakan perbudakan." 
(Maxim Gorky) 

"Anak-anak masuk sekolah sebagai tanda tanya, keluar sekolah sebagai tanda titik."
(Neil Postman)  

"Kesalahan terbesar sekolah ialah mencoba mengajarkan segala hal kepada anak-anak dan menggunakan rasa takut sebagai motivasi dasarnya."
(Stanley Kubrick)  

"Mengambil langkah baru, mengutarakan kata baru adalah yang paling ditakuti orang."
(Fyodor Dostoyevski)  

"Yang pertama harus dipahami seorang anak agar berdisiplin tetapi aktif adalah mampu membedakan antara baik dan buruk dan tugas pendidik ialah berusaha agar anak jangan mendapat gagasan rancu bahwa baik itu sama dengan diam saja dan buruk itu sama dengan aktif bergerak."
(Maria Montessori)

 "Hanya dalam situasi pendidikan yang dialogislah orang akan tetap dapat mengikuti perubahan zaman."
(R.S. Peters) 

"Sekolah mesti dinilai berdasarkan kebahagiaan murid-muridnya, bukan berdasarkan kesuksesan akademisnya."
(A.S. Neill)  

"Humor adalah salah satu sedekah yang paling murah, tetapi malangnya humor nyaris dihapus sama sekali dari sistem pendidikan anak."
(A.S. Neill) 

"Pendidikan yang memandang orang sebagai objek hanya akan menghasilkan sifat manusia yang disebut necrophily (cinta benda mati), dan tidak menumbuhkan sifat biophily (cinta kehidupan)."
(Erich Fromm)  

 "Secara mutlak menganggap bodoh orang lain berarti mengingkari pengetahuan sebagai proses pencarian."
(Paulo Freire) 

"Sungguh baik untuk memiliki hal-hal yang bisa dibeli dengan uang, tetapi sungguh baik pula untuk sekali-kali memeriksa dan meyakinkan diri kita , bahwa kita tidak kehilangan hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang."
(George Horace Lorimer)  

"Pada abad kedelapan belas suatu tanda bahwa seorang itu 'gentlemen' kalau orang itu memilih mencari kesenangan dalam sastra, film dan musik. Kita dewasa ini mungkin tidak setuju tetapi setidak-tidaknya selera itu tulus."
(Bertrand Russel) 

 "Kita tidak mengarah kepada individualitas yang lebih besar melainkan kepada suatu kebudayaan massal yang dimanipulasi."
(Erich Fromm) 

"Pada masa kanak-kanakku, aku jadi seragam, buku pelajaran sangat kejam, aku tidak boleh menguap di kelas, aku harus duduk menghadap papan di depan, sebelum bel tidak boleh mengantuk."
(Wiji Thukul, Kenangan Anak-Anak Seragam)  

 "Sebagian besar guru membuang-buang waktu mereka dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya adalah untuk menemukan apa yang tidak diketahui seorang murid, sementara seni sejati mengajukan pertanyaan mempunyai maksud untuk mengungkapkan apa yang diketahui murid atau apa yang mampu diketahuinya."
(Albert Einstein) 

"Tujuan pendidikan haruslah untuk melatih individu-individu yang mampu bertindak dan berpikir secara mandiri dan juga menjadi orang-orang yang memandang pencapaian tertinggi dalam hidupnya adalah melayani masyarakat."
(Albert Einstein) 

"Manusia pada dasarnya mahluk belajar dan senang belajar, kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya."
(John Caldwell Holt) 

*kutipan-kutipan di atas diperoleh dari berbagai sumber.

11 komentar:

  1. kebanyakan sekolah buat aturan2 gak penting sama sekali. harus ini harus itu. males.

    biar katanya jadi sekolah percontohan..
    blablabla

    menang nama aja, tp gurunya banyak absen.

    tujuan utama sekolah:
    mendapat nama baik dan TERAKREDITASI: A!!

    BalasHapus
  2. Yah itu dia, kecenderungan sekolah justru adalah untuk membunuh serta menekan kesenangan dari belajar itu sendiri dengan mengarahkannya pada definsi keberhasilan dan kesuksesan berdasarkan prestasi akademis semata. Distorsi seperti ini menurut saya yang membuat generasi bangsa Indonesia cenderung kehilangan maknanya sebagai agen perubah karena mereka tidak dididik lewat sistem yang membebaskan serta memanusiakan manusia.

    Entahlah!

    BalasHapus
  3. Ya kra, gw merasa jadi korbannya. Gw dulu adalah orang yang "under estimate" orang-orang yang tidak sukses di akademis, sampai akhirnya gw belajar bahwa akademis bukan segalanya. Banyak hal lain yang lebih berarti.
    :\

    BalasHapus
  4. Iya, anak sekolah mana sih yang tidak pernah terpengaruh untuk berpikir kaya gitu? Kita semua pasti pernah mengalaminya

    BalasHapus
  5. "Iya, anak sekolah mana sih yang tidak pernah terpengaruh untuk berpikir kaya gitu? Kita semua pasti pernah mengalaminya"

    eniwe, utk skrg saya menganggap nilai akademis penting (munafik emang), biar dapet beasiswa.

    BalasHapus
  6. well, yang menjadi masalah adalah saat nilai akademis ditanggapi sebagai satu-satunya parameter dalam mengukur segalanya, kecerdasan bahkan masa depan seorang anak. Saya tidak bermasalah dengan anak yang memiliki nilai akademis yang bagus, itu suatu berkah, tapi yang jadi masalah ketika ini menjadikannya merasa pintar dan superior bahkan oleh lingkungan sekitarnya. Ini kan jelas-jelas menafikan bentuk kecerdasan lainnya dengan memberikan jurang antara bodoh dan pintar. Dan kebanyakan dari pengalaman saya, sistem pendidikan kita membuatnya seperti itu. Yang jelas adalah manusia tidak boleh berhenti untuk selalu belajar, dengan atau tanpa sekolah.

    BalasHapus
  7. wow!
    I'm offended.
    saya sering merasa sok pintar, pdhal saya ketakutan bakal jadi apa ke depan.

    thx buat menyadarkan.

    BalasHapus
  8. Wah maaf bukan maksud menyinggung loh, karena saya juga sebenarnya sedang mengkritisi diri saya sendiri. Yaah kurang-lebih kita punya pengalaman yang hampir serupa lah.

    BalasHapus
  9. semua yg baca ini (termasuk yg sombong) pasti tersinggung kaya saya. ya jadi introspeksi diri masing2.

    BalasHapus
  10. Dulu pernah ada wakil rakyat yang mengaku heran, di negara ini ekonom, pengacara & insinyur bejibun tapi koq negara kita ga maju-maju ya?

    Yah pak, mungkin alasan kita mandek karena kita kekurangan guru, tentara, polisi, seniman, penulis, budayawan, astronom, ilmuwan, dan masih banyak lagi profesi lainnya.

    Nice post bro :D

    BalasHapus
  11. Terima kasih telah mampir dengan komerntar inspiratifnya

    BalasHapus