Sabtu, 07 Agustus 2010

Precarious World of Amy Casey's Mind

"Painting is poetry that is seen rather than felt,
and poetry is painting that is felt rather than seen."

(Leonardo Da Vinci)

Sejak terpesona dengan karya-karya Norman Rockwell dan Banksy, saya menyadari bahwa saya jatuh hati dengan dunia seni rupa. Sebagai media seni yang memadukan warna, ekspresi, dan makna dalam kanvas, lukisan memberikan pengalaman tersendiri dalam menikmati suatu karya. Berbeda dengan film atau musik yang memiliki cara tersendiri untuk dipahami lebih dalam, lukisan adalah mahluk sensitif yang tidak mudah ditafsirkan, bahkan kadangkala menolak untuk itu. Setidaknya itulah yang saya temukan dari karya-karya Amy Casey yang absurditasnya membuat logika saya mengalah kepada kedua mata saya untuk dapat menikmatinya dengan lebih baik. Karyanya adalah refleksi dari kepanikan manusia terhadap bencana alam yang terjadi di kehidupan nyata tanpa mengenal waktu. Dari sisi humanis, bisa jadi ia sedang memperlihatkan kerapuhan manusia lewat rasa takut yang berlebihan terhadap kehancuran dengan merekonstruksi bangunan-bangunan (rumah, gedung, jembatan, dll) sebagai "landscapes without land" yang saling bertumpukan, menggantung, atau bahkan melayang-layang. Tapi apapun itu, saya lebih suka mengenyampingkan makna-makna tersiratnya dan sekali lagi, menghujani bola mata saya dengan proporsi dan gradasi yang unik serta bernuansa surreal


Chock A Block
 
 Congested

 Growing Concerns

 Drifting Web

 Private Property

2 komentar: