Senin, 28 Oktober 2013

Sunday Mourning


"The music is all. People should die for it. People are dying for everything else, so why not the music?"

Lou Reed
(2 Maret 1942 - 27 Oktober 2013)


The Beatles dan The Rolling Stones menginspirasi banyak orang untuk membentuk band. Bob Dylan menginspirasi banyak orang untuk menulis lirik. Tapi Lou Reed (dan band-nya, The Velvet Underground) menginspirasi musik rock itu sendiri untuk berkembang dan berevolusi. Memang tidak terlalu populer di Indonesia, tapi The Velvet Underground adalah peletak dasar bagi genre-genre rock yang bermunculan sekarang dari mulai psychedelic, punk, shoegaze, indie pop, grunge, noise rock, alternative, garage, britpop, dll. Bahkan tidak ada yang bisa mengkategorikan jenis musik The Velvet Underground selain menyebutnya sebagai avant-garde. Ya, karena merekalah garda terdepan dari semua kebisingan melodius dalam rock 'n' roll.

Dan Lou adalah sang suara, melodi, lirik, yang memberontak dalam musiknya dan mengangkat status musik rock ke tingkat intelek. Karyanya terbentang luas dari yang gelap sampai yang luar biasa manis, dari yang berisik sampai lullaby melodius, dari yang hanya 2 chord repetitif sampai ke struktur yang rumit dan panjang. Semua musisi akan terus berhutang kepadanya sampai ke generasi-generasi yang akan datang sehabis kepergiannya ini. Maka tidak ada yang lebih baik dari kematian seseorang selain 'warisan-warisan' penting yang ditinggalkannya untuk mereka yang masih hidup. Rest in peace. We're sticking with you, Lou. 'Cause you're made out of glue

Rabu, 29 Mei 2013

Why Do We Watch Movies?

"Why do we watch movies? No, really, why is it? As close an answer as we’ve ever come to for our own, fairly evident obsession with what we consider the greatest storytelling medium humankind has ever developed, is well, that life is short. Bear with us a second on this: basically to submerge yourself in a story well-told is a way to live out other lives within your own, and through those complex and magical processes of identification, to breathe and dream and feel things that your own short span might otherwise never afford you. Of course for many movies that experience, of killing a mutant robot or whatever, may have evaporated before you’ve picked the last of the popcorn husks from between your teeth. But occasionally, very rarely, we experience the cinema not of escape but of exploration in which the discoveries you make stay with you and become knitted into the fabric of your memory as surely as if you’d really been there, really done that."

oleh Jessica Kiang dalam review film Blue is the Warmest Color (memenangkan Palme d'Or di Festival Film Cannes 2013) yang dimuat di blog film The Playlist dan kemudian saya amini dengan sepenuh hati.