tag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post3486020938603965983..comments2023-06-06T19:19:49.030+07:00Comments on MALARKII!: VicariousIkra Amestahttp://www.blogger.com/profile/13220041076780816248noreply@blogger.comBlogger7125tag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-48732042269016384242012-02-21T04:38:26.849+07:002012-02-21T04:38:26.849+07:00"politicians think about next election, state..."politicians think about next election, statesman thinks about next generation."<br /><br />setahu saya di indonesia, lebih banyak politikusnya daripada negarawannya. jika meminjam kacamata ekonomi politik, hal itu [korupsi] akan menjadi konsekuensi yang logis manakala seorang politikus mencalonkan diri pada pemilu legislatif atau eksekutif. karena para politisi di negeri ini banyak yang beranggapan, partai politik masih menjadi kendaraan politik yang cukup efektif untuk mengantarkan seseorang menuju 'kursi kekuasaan'. <br /><br />maka yang terjadi setelah pemilu selesai dan si politukus itu jadi penguasa, ia harus memikirkan bagaimana saya mengembalikan modal? atau bagaimana saya berterima kasih kepada orang-orang yang telah menjadikan penguasa? paling tidak kemungkinannya ada dua; pertama mengembalikan modal yang mahal itu dalam waktu singkat (bisa korupsi bisa meminjam dana atau menggadaikan kekuasaan). kedua memberikan jabatan-jabatan strategis kepada orang-orang yang telah menyokongnya ketika pemilu. <br /><br />dari situ saya berasumsi semenjak pemilu tahun 1999 poltik di negeri ini adalah politik 'calo angkot'. berbondong-bondong menaikan penumpang (politisi), tapi tidak berbondong-bondong menurunkannya.<br /><br />bersamaan dengan itu, kebebasan pers juga selalu menjadi tameng dalam mengabarkan berita. awalnya pers (media) memberitakan politisi yang korup. hal itu ada karena media merasa bertanggung jawab sebagai elemen keempat (setelah bdan eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang mengontrol negara. namun entah tanpa disadari atau tidak media pun menjadi larut dalam politik. media menjadi alat untuk menjatuhkan politikus satu oleh politikus lainnya. dan karena hal itu dianggap menarik, muncullah beberapa produk yang bersedia beriklan di beberapa program televisi (baik siaran pers atau bukan). dari hubungan itulah (program televisi dan pengiklan) semakin erat hubunganya. sehingga, untuk melangsungkan kehidupannya sebuah program televisi berumur panjang.<br /><br />alhasil, dari situ rakyat diajari politik bukan dari tempatnya. tapi dari kotak ajaib televisi. efek dari maraknya tayangan mengenai keadaan negara di negeri ini, rakyat merasa masa bodoh dengan politik. sehingga, secara tidak langsung banyak orang yang menganggap dirinya merasa tidak perlu di urus atau meminta bantuan negara. dan dari anggapan sederhana itu pembangkangan sosial dianggap hal yang wajar di negeri ini. <br /><br />mari ngopi (ngga pake dulu, takutnya soft selling) mas ikra :DAnonymoushttps://www.blogger.com/profile/06894897386474794978noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-62424039892848202382012-02-17T20:06:00.904+07:002012-02-17T20:06:00.904+07:00Haha makasih udah mau baca tulisan sy yg panjang i...Haha makasih udah mau baca tulisan sy yg panjang ini (skimming?), Happy 25 juga ya Git! Sukses!Ikra Amestahttps://www.blogger.com/profile/13220041076780816248noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-54369674841911661592012-02-17T16:32:29.727+07:002012-02-17T16:32:29.727+07:00HUWO! As usual, luarrrr biasa (panjang), mamang.
...HUWO! As usual, luarrrr biasa (panjang), mamang.<br /><br />"Rakyat merasa risih untuk hidup sederhana" is a good point of view. Tapi, orang-orang yang risih untuk hidup sederhana di sekitar saya mah cukup jarang ngungkapin opini tentang pemerintah, udah pusing ama kebutuhan diri sendiri, hehe.<br /><br />Happy 25, mamang! Keep writing! \o/Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-33751398355943178892012-02-16T23:36:17.910+07:002012-02-16T23:36:17.910+07:00yep, chances are open as time still keeps me under...yep, chances are open as time still keeps me under its shadow. Happy birthday to you too, my fellow Aquarius :)Ikra Amestahttps://www.blogger.com/profile/13220041076780816248noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-61318907993622413122012-02-16T22:41:55.522+07:002012-02-16T22:41:55.522+07:00let's being better in understanding the life. ...let's being better in understanding the life. well, happy birthday. wish you grow wiser as the time makes you older :-)Rien al-Ansharihttp://www.rienalanshari.multiply.comnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-46457874695160237752012-02-15T11:48:07.337+07:002012-02-15T11:48:07.337+07:00Iya, saya garisbwahi paragraf terakhir dari koment...Iya, saya garisbwahi paragraf terakhir dari komentar lo, saya setuju, memang akhirnya percuma saja berharap atau berpihak pada sekelompok orang, memang lebih bijak memikirkan apa yang bisa disumbangkan secara pribadi tanpa harus berkoar-koar (jujur sy jadi skeptis jg dgn acara2 talkshow TV yg menyindir pemerintah, dan tulisan ini berawal dari situ). Mengidentifikasikan diri ke dalam suatu kelompok masyarakat/pemerintah malah seperti "berendam" lebih lama dalam masalah bangsa yg tanpa solusi. Walau mungkin sy akan dicap "individualistis", "asosial", dsb. tapi masih lebih baik daripada tanpa karakter dan terseret-seret ke sana ke mari, like a driftwood.Ikra Amestahttps://www.blogger.com/profile/13220041076780816248noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-8076653518768936962.post-81361446816970770262012-02-14T21:17:30.884+07:002012-02-14T21:17:30.884+07:00Gue suka banget sama point yang lo paparkan di sin...Gue suka banget sama point yang lo paparkan di sini, bahwa korupsi mungkin saja sebuah cerminan masyarakat di sekitar kita. Sejujurnya gue jarang sekali menyoroti kasus korupsi dalam penilaian pribadi. Namun boleh-lah gue basa-basi panjang lebar di sini :p <br /><br />Sering gue nanya-nanya sendiri, “Beberapa rakyat yang suka teriak betapa korupnya pejabat di negara ini, apakah mereka sudah mematuhi aturan hidup yang layak, dengan setidaknya menjadi warga negara yang baik? Semacam menaati rambut lalu lintas? Tidak membuang sampah sembarangan? Tidak menerobos hak-hak orang lain dalam berperilaku dan berkehidupan sosial? Santun kepada orang tua dan meyayangi yang muda?”<br /><br />Anggaplah itu merupakan bagian dari budaya yang kesannya simple. Tapi lo bisa lihat di sekitar lo, budaya seperti itu sekarang hampir hilang dari nyawa peradaban kehidupan di sekitar kita, di negara ini. Sekali lagi, ini mungkin tentang jati diri. Korupsi mungkin saja adalah semacam proses pencarian jati diri bangsa, atau bolehlah dikatakan sebuah pengujian terhadap kesejatian keadaan diri bangsa: “Benarkah selama ini, bangsa yang telah diagungkan begitu ramah tamah, berjiwa besar, dan penuh kesederhanaan ini dapat bertahan dari serangan arus globalisasi dan gerak perubahan peradaban (pada baik dan buruknya) ?”<br /><br />Gue angkat bahu dan mulai berhenti untuk bersikap sinis dengan orang-orang yang korup, karena gue sadar memaki mereka adalah sebuah tindakan bodoh. Meneriakkan kata ‘Lawan Korupsi!’ terdengar amat sangat sia-sia ketika melihat para mahasiswa yang merasakan sakitnya rejim represif orde baru, dan turut bergerak menumbangkannya, kini duduk anteng dan manis di kursi dewan dan pejabat tinggi, sambil melirik kemungkinan sejauh apa mereka bertahan dan dapat meraup keuntungan (pribadi) di sana. <br /><br />Yang gue pikirkan adalah: sikap sinis terkesan menjadi sangat munafik ketika apa yang kita sinisi itu belum kita rasakan. Ini menjadi semacam paradox. Gue ingat, ketika jaman SMA gue dan beberapa teman bersumpah-sumpah tidak akan menjadi bagian dari kepegawaian pemerintah, namun seiring dengan meningkatnya usia dan tuntutan hidup pun kebutuhan ekonomi diiringi status sosial (dengan gengsi), banyak dari teman gue menjilat kembali ludah mereka dan mengatakan: “Hidup sudah berubah, Kawan. Mau tak mau kita tetap harus bertahan, mengikut arus saja bila tidak mampu melawan.”<br /><br />O dear God.<br /><br />Tapi sejauh ini gue paham sesuatu. Dalam keadaan buruk seperti ini, kita gak bisa berharap banyak pada masyarakat, Arki. Kita cuma bisa berharap pada diri sendiri dan kemampuan pribadi yang mungkin membantu menyumbangkan sesuatu pada masyarakat, bila tidak prestasi atau ilmu, sumbangkanlah saja karakter yang baik. Karena sungguh masyarakat di negara ini sudah banyak yang gak dapat mengenali diri mereka sendiri, semacam limpung pada karakter pribadi. Miris ya, kan?Rien al-Ansharihttp://www.rienalanshari.multiply.comnoreply@blogger.com